LES PRIVAT dengan Latihan soal dari internet,Try out dan guru datang ke rumah murid.HARGA TERJANGKAU.SEGERA hubungi 7407 9829

Rabu, 27 Januari 2010

GNB

Gerakan Non Blok (GNB) atau Non-Aligned Movement didirikan pada tahun 1961 dengan diselenggarakannya KTT Pertama GNB di Beograd, Yugoslavia. GNB saat ini beranggotakan 114 negara.

Negara-negara yang telah menyelenggarakan konferensi tingkat tinggi (KTT) Non-Blok termasuk Yugoslavia, Mesir, Zambia, Aljazair, Sri Lanka, Kuba, India, Zimbabwe, Indonesia, Kolombia, Afrika Selatan dan Malaysia.

Anggota-anggota penting di antaranyYugoslaviaa , India, Mesir, Indonesia, Pakistan, Kuba, Kolombia, Venezuela, Afrika Selatan, Iran, Malaysia, dan untuk suatu masa, Republik Rakyat Cina.

Latar Belakang

organisasi ini dimaksudkan untuk menjadi aliansi yang dekat seperti NATO atau Pakta Warsawa. Pakta Warsawa adalah sebuah aliansi militer negara-negara Blok Timur di Eropa Timur, yang bertujuan mengorganisasikan diri terhadap kemungkinan ancaman dari aliansi NATO (yang dibentuk pada 1949). Pembentukan Pakta Warsawa dipicu oleh integrasi Jerman Barat ke dalam NATO melalui ratifikasi Persetujuan Paris. Pakta Warsawa dirancang oleh Nikita Khrushchev pada tahun 1955 dan ditanda tangani di Warsawa pada 14 Mei 1955.

Sejarah

Gerakan Non-Blok sendiri bermula dari sebuah Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Afrika sebuah konferensi yang diadakan di Bandung, Indonesia, pada tahun 1955. Di sana, negara-negara yang tidak berpihak pada blok tertentu mendeklarasikan keinginan mereka untuk tidak terlibat dalam konfrontasi ideologi Barat-Timur.

Kata "Non-Blok" diperkenalkan pertama kali oleh Perdana Menteri India Nehru dalam pidatonya tahun 1954 di Colombo, Sri Lanka. Dalam pidato itu, Nehru menjelaskan lima pilar yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk membentuk relasi Sino-India yang disebut dengan Panchsheel (lima pengendali). Prinsip ini kemudian digunakan sebagai basis dari Gerakan Non-Blok.

Pemrakarsa

Gerakan ini dipelopori oleh Presiden Soekarno dari Indonesia, Josip Broz Tito dari Yugoslavia, Gamal Abdul Nasser dari Mesir, Jawaharlal Nehru dari India dan Kwame Nkrumah dari Ghana.

Prinsip

Non-Blok didirikan berdasarkan prinsip-prinsip dasar yang disepakati dalam Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Afrika yang dikenal dengan sebutan Dasasila Bandung

Lima prinsip tersebut adalah:

1. Saling menghormati integritas teritorial dan kedaulatan.

2. Perjanjian non-agresi

3. Tidak mengintervensi urusan dalam negeri negara lain

4. Kesetaraan dan keuntungan bersama

  1. Menjaga perdamaian

Tujuan

Tujuan GNB seperti tercantum dalam Deklarasi Havana, 1979 adalah untuk menjamin “kemerdekaan nasional, kedaulatan, keutuhan wilayah dan keamanan negara-negara non-blok” dalam perjuangan mereka melawan “imperialisme, kolonialisme, neokolonialisme, apartheid, rasisme, termanusk zionisme dan segala bentuk agresi, pendudukan, dominasi, gangguan atau hegemoni asing disamping menentang politik blok dan politik negara besar.”

Pertemuan-Pertemuan

Normalnya, pertemuan GNB berlangsung setiap tiga tahun sekali. Negara yang pernah menjadi tuan rumah KTT GNB di antaranya Yugoslavia, Mesir, Zambia, Aljazair, Sri Lanka, Kuba, India, Zimbabwe, Indonesia, Kolombia, Afrika Selatan, dan Malaysia. Biasanya setelah mengadakan konferensi, kepala negara atau kepala pemerintahan yang menjadi tuan rumah konferensi itu akan dijadikan ketua gerakan untuk masa jabatan tiga tahun.Pertemuan-pertemuan:

· di Bandung, Indonesia, pada tahun 1955. Di sana, negara-negara yang tidak berpihak pada blok tertentu mendeklarasikan keinginan mereka untuk tidak terlibat dalam konfrontasi ideologi Barat-Timur.

· di Kairo pada 1964. Pertemuan tersebut dihadiri 56 negara anggota di mana anggota-anggota barunya datang dari negara-negara merdeka baru di Afrika. Kebanyakan dari pertemuan itu digunakan untuk mendiskusikan konflik Arab-Israel dan Perang India-Pakistan.

Pertemuan KTT:

· KTT I – Belgrade, 1 September 19616 September 1961 dihadiri oleh 25 anggota, masing-masing 11 dari Asia dan Afrika bersama dengan Yugoslavia, Kuba dan Siprus. Kelompok ini mendedikasikan dirinya untuk melawan kolonialisme, imperialisme dan neo-kolonialisme.

· KTT II – Kairo, 5 Oktober 196410 Oktober 1964

· KTT II – Lusaka, 8 September 197010 September 1970 dihadiri oleh 54 negara dan merupakan salah satu yang paling penting dengan gerakan tersebut membentuk sebuah organisasi permanen untuk menciptakan hubungan ekonomi dan politik. Kenneth Kauda memainkan peranan yang penting dalam even-even tersebut.

· KTT IV – Algiers, 5 September 19739 September 1973

· KTT V – Kolombo, 16 Agustus 197619 Agustus 1976

· KTT VI – Havana, 3 September 19799 September 1979

· KTT VII – New Delhi, 7 Maret 198312 Maret 1983

· KTT VIII – Harare, 1 September 19866 September 1986

· KTT IX – Belgrade, 4 September 19897 September 1989

· KTT X – Jakarta, 1 September 19927 September 1992

· KTT XI – Cartagena de Indias, 18 Oktober 199520 Oktober 1995

· KTT XII – Durban, 2 September 19983 September 1998

· KTT XIII – Kuala Lumpur, 20 Februari 200325 Februari 2003

· KTT XIV – Havana, 11 September 200616 September 2006

Kepentingan Indonesia dalam GNB
GNB merupakan organisasi multilateral non PBB yang penting bagi dukungan kepentingan Indonesia di forum global karena beranggotakan 2/3 negara anggota PBB. GNB menempati posisi khusus dalam politik luar negeri Indonesia. Bahkan prinsip-prinsip dasar GNB selaras dengan falsafah dan kebijakan bangsa Indonesia sejak awal kemerdekaan. Semangat non blok ini tertuang dengan jelas pada Pembukaan UUD 1945. Sejalan dengan itu, tepat tiga tahun setelah kemerdekaan, semangat ini kembali ditegaskan oleh Dr. Mohammad Hatta, dalam pidatonya di muka Sidang Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat yang berjudul “Mendayung Antara Dua Karang”, yang selanjutnya dikukuhkan sebagai politik luar negeri bebas dan aktif.

Tahun bergabungnya Indonesia ke dalam GNB
Indonesia bergabung dengan GNB sejak gerakan ini didirikan tahun 1961 karena merupakan salah satu pendiri GNB dan telah terlibat dalam pembicaraan awal untuk pembentukan “organisasi” bagi negara-negara yang baru merdeka..

Peran Indonesia dalam GNB
Peranan Indonesia, khususnya Presiden Soekarno, dalam meletakkan fondasi pendirian GNB dinilai cukup besar. Konferensi Asia-Afrika (KAA), yang diselenggarakan di Bandung pada tanggal 18-24 April 1955 merupakan momen penting sekaligus embrio berdirinya GNB. Selain itu, hingga saat ini prinsip-prinsip Dasa Sila Bandung, sebagai salah satu hasil KAA, tetap menjiwai setiap upaya GNB

Indonesia pernah menjadi ketua GNB (1992-95), saat ini menjadi ketua NAM CSSTC (Non-Aligned Movement Center for South-South Technical Cooperation) di Jakarta; dan pelopor kemitraan strategis baru Asia-Afrika melalui KAA 2005. Indonesia juga menjadi ketua Working Group on Disarmament di GNB dan berperan aktif dalam isu pelucutan senjata internasional.

Dengan berakhirnya sistem bipolar, muncul keragu-raguan peran GNB. Dalam KTT ke-10 GNB di Jakarta tahun 1992 dibawah keketuaan Indonesia, sebagian besar ketidakpastian dan keragu-raguan mengenai peran dan masa depan GNB berhasil ditanggulangi. Jakarta Message, sebagai hasil KTT, menyatakan bahwa yang dibutuhkan GNB bukan hanya agenda bagi Selatan (negara berkembang) , namun juga dialog -- bukan konfrontasi -- dengan Utara. GNB merupakan forum untuk itu.

Dalam kerangka GNB, Indonesia juga memberikan andil yang cukup signifikan dalam membantu upaya-upaya rekonstruksi dan rehabilitasi di Bosnia Herzegovina dengan menyumbang sebesar US$ 8,075 juta, termasuk bantuan rakyat Indonesia melalui Majelis Ulama Indonesia sebesar US$ 3 juta.

Indonesia juga berperan aktif mendukung perjuangan rakyat Palestina. Komite Palestina GNB (Komite-9) dalam KTM ke-12 GNB di New Delhi, 1997, telah memasukkan Indonesia sebagai anggota ke-10 Komite Palestina GNB. Dalam kaitan ini, Menlu RI bersama delegasi tingkat menteri Komite Palestina GNB tersebut, telah berkunjung ke Palestina pada 2 Juni 2002 sebagai ekspresi solidaritas terhadap perjuangan rakyat Palestina yang tengah menghadapi kepungan pasukan Israel di Ramallah. Selain itu, Indonesia juga turut berperan aktif dalam membantu upaya-upaya penyelesaian masalah lainnya seperti Irak, Afghanistan dan Semenanjung Korea.

Pandangan
Indonesia tentang GNB di masa sekarang dan mendatang
Indonesia memandang bahwa GNB merupakan wadah yang tepat bagi negara-negara berkembang untuk memperjuangkan cita-citanya. Sikap ini secara konsekuen diaktualisasikan Indonesia dalam kiprahnya pada masa kepemimpinan Indonesia (1992-1995). Selama masa kepemimpinannya, Indonesia diakui telah berhasil memajukan pendekatan baru GNB yang berorientasikan pada kemitraan, dialog dan kerjasama serta meninggalkan sikap konfrontatif dan retorika semata.
Dengan sikap kooperatif tersebut, GNB mampu merubah persepsi yang pernah melekat di kalangan negara maju bahwa GNB merupakan kelompok yang berpandangan apriori dan hanya bisa menuntut. Dengan demikian, GNB mampu berkiprah secara konstruktif terutama dalam interaksinya baik dengan negara-negara maju maupun dalam organisasi dan badan-badan multilateral/ internasional.

Tidak ada komentar:

Pengikut